Selasa, 09 Agustus 2016

khalifah Umar bin Khaththab
Air dingin dengan pemanis beberapa sendok teh membuat seorang yang kuat seperti Sayyidina Abubakar menjadi takut jika itu dianggap berlezat – lezat dengan kenikmatan dunia .

“ Ini, si dunia datang kehadapanku dengan membawa seluruh isinya , maka aku menolaknya dan menyingkirlah dia sembari berkata kepadaku :

“ Demi Allah , ingatlah bahwa meskipun engkau menjauh dariku , maka sesudah dirimu tidak aka nada lagi orang yang berpaling menjauh dariku “

Sayyidina Abubakar kemudian berkata kembali : 

“ Maka aku menjadi takut jangan – jangan dunia akan berhasil mengejar diriku . Dan karena hal itulah meyebabkan diriku menangis seperti itu “

Air dingin dengan pemanis beberapa sendok teh membuat seorang yang kuat seperti Sayyidina Abubakar menjadi takut jika itu dianggap berlezat – lezat dengan kenikmatan dunia . Kekuatannya tidak membuatnya terlena untuk tidak takut dengan sihir dunia .
Sedang kit? \

Padahal Rasulullah Saw pernah berkata :

“ Takutlah kalian kepada Dunia , sesungguhnya ia itu lebih pandai menyihir dibanding Harut Marut “

Barangkali saya atau mungkin anda itu sudah merasa lebih hebat dibanding Kanjeng Nabi sehingga dengan tanpa tedeng aling – aling dan dengaan kedua tangan terbuka berangkuln dengan dunia . Wallohu a’lam


SUMBER : Ustadz MUhajir Madad Salim, MKub dalam kuliah UMI "ZUHUD"

Jumat, 29 Juli 2016

Acara Halalbihalal Masjid Jami AlAbror
Pengurus Masjid Jami' Al-Abror Berencana akan mengadakan acara halalbihalal, yang mana akan dilaksanakan pada Hari jum'at malam sabtu tanggal 05 agustus 2016 pukul 19.30 s/d selesai (ba'da Sholat Isya ) bertempat dihalaman Masjid Jami' Al-Abror jl.nimun raya RW 10 kebayoran lama selatan jakarta selatan.
Acara tersebut  rutin dilaksanakan setiap tahun setelah Hari Raya Iedul Fitri dengan tujuan dari acara tersebut menjadi momentum memperkuat tali silaturahmi khususnya antar warga RW.10 tanah kusir kebayoran lama selatan jakarta selatan dan warga dari wilayah lain pada umumnya.
Didalam acara tersebut juga akan dihadiri oleh para Habaib, Alim Ulama, serta Tokoh Masyarakat, tidak lupa Kami juga mengundang Da'i Kondang yaitu KH. Muhammad Fadhilah Yusuf alias Ustadz Tille.
Semoga dari acara tersebut Kami serta semua lapisan masyarakat mendapat hikmah, taufiq serta hidayah dari Alloh SWT.
Berikut Kami uraikan makna dan pengertian dari acara halal bihalal dari sebagian sumber :
M. Qurasih dalam bukunya yang berjudul Membumikan Al Qur an memberikan penjelasan mengenai pengertian dan makna yang terkadung dalam Halalbihalal. Menurutnya halalbihalal mengandung tiga arti.

Pertama dari tinjauan kebahasaan. Kata halalbihalal berasal dari kata halla atau halal yang bisa berarti menyelesaikan persoalan atau problem, meluruskan benang kusut, mencairkan air yang keruh, dan melepaskan ikatan yang membelenggu.

Dengan demikian dengan adanya acara halalbihalal diharapkan hubungan yang selama ini keruh dan kusut dapat segera diurai dan dijernihkan. Halalbihalal bermakna untuk merekontruksi relasi kemanusiaan yang lebih sejuk dan menentramkan.

Kedua, tinjauan hukum. Kata halal digunakan sebagai lawan dari kata haram dan makruh. Dengan pengertian ini maka halalbihalal mengandung arti kekinian setiap orang yang berhalalbihalal untuk membebaskan diri dari perbuatan yang haram dan makruh, atau membebaskan diri dari perbuatan dosa.
Pengertian dan Makna Halalbihalal

Tidaklah tepat jika dalam acara halalbihalal digunakan sebagai ajang saling menggunjing, memfitnah, atau perbuatan mubazir (izraf-berlebih-lebihan)

Ketiga, jika dilihat dari Al- Qur an pengertian dan maknanya dapat kita jumpai dalam beberapa ayat dalam Al-Qur an di antaranya dalam (QS. 2: 168, QS. 8: 69, QS. 5: 88, QS. 16: 114), kata halalbihalal selalu dirangkaikan dengan kata thayyib (halalan thayyiba) yang
berarti yang halal lagi menyenangkan.


Dengan pendekatan Qur’ani, maka yang dimaksudkan dengan halalbihalal adalah terbangunnya komitmen bersama untuk selalu melakukan yang baik dan bermafaat serta menyenangkan semua pihak.

Dengan demikian, ketiga pengertian yang dikandung dalam kata halalbihalal bisa digunakan untuk menjelaskan pesan yang dikandung oleh tradisi tersebut. Dalam konteks ini halalbihalal merupakan media yang paling efektif untuk merajut kembali hubungan yang membeku dengan cara saling memaafkan dan menyadari kekhilafan masing-masing.

Sangatlah tepat pada acara halalbihalal semua orang mengucapkan mohon maaf lahir batin. Bisa jadi setelah lahiriah semua orang bisa memaafkan namun secara batiniah tidak tertutup kemungkinan masih tersisa dendam, rasa sakit hati. Orang yang seperti ini biasanya secara lahir telah memaafkan dengan ditandai dengan berjabat tangan, namun secara batin belum memaafkan sepenuhnya.

Di dalam acara halalbihalal juga dibangun komitmen bersama untuk melepaskan diri dari segala perbuatan yang haram, untuk selanjutnya menanamkan niat untuk melakukan hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi orang lain.

Setelah menyadari hakikat halalbihalal yang penuh pesan-pesan moral sosial religius tersebut, maka selanjutnya halalbihalal bisa dimanfaatkan sebagai ajang komunikasi produktif antar berbagai komponen bangsa.

Suasana halalbihalal yang penuh dengan nuansa reigius, kekeluargaan dan keterbukaan membuat semua orang yang hadir tidak memiliki beban psikolgis tertentu. Pada saat itulah komunikasi sehat bisa terbangun dengan baik. Pada gilirannya muncul keinginan untuk saling membantu dan saling membesarkan.

Semoha bermanfaat…

Selasa, 26 Juli 2016


Nasehat Habib Zein Bin Sumaith - Semoga Allah Melindungi Nya Dan Meninggikan Kemulyaannya

Istiqamah itu adalah karomah tertinggi, Karomah itu bukan menunjukkan ketinggian pangkat atau kewalian atau kesolihan, sebab Setan juga mampu melintasi barat dan timur hanya dengan sekejap saja.

Seorang Ulama Berkata :

“Jika engkau melihat seorang mampu terbang …. atau berjalan di atas Air, Namun dia melanggar batas-batas Hukum syariat …. maka dia sebenar nya orang yang di istidrajkan (Orang yang di beri kelebihan oleh Allah namun Allah tidak meridhai-nya) atau dia seorang Pelaku Bid’ah."

Jika engkau hendak mengetaui Apakah engkau seorang yang Istiqamah atau tidak??
(maka periksalah diri anda dan tanyakan)
Apakah engkau bangun untuk beribadah di waktu malam??

Apakah engkau Shalat subuh tepat pada waktunya?
apakah engkau Shalat berjemaah ??
Apakah engkau Shalat sunnah rawatib sebelum dan sesudah shalat Fardhu??
Apakah engkau melaksanakan Doa Fajar antara Adzan dan Iqamah??
Apakah engkau Berdzikir kepada Allah selepas Shalat ??
Apakah engkau Shalat Dhuha ??
Apakah engkau menghadiri Majlis-majjlis Ilmu??
apakah engkau Membaca Al-qur’an walau hanya satu lembar halaman sebagai Rutinitas sehari-hari??
Apakah engkau memerangi Nafsumu untuk meninggalkan perbuatan Maksiat yang membinasakan mu. ??
Apakah engkau membantu saudara-saudara Muslim mu dan melayani mereka ??
Jika engkau orang yang melakukan Itu semua, Maka engkau adalah orang yang istiqamah, Namun Jika tidak maka engkau adalah orang celaka


Sumber : Darullughah Waddakwah / Https://Dalwadakwah.Blogspot.Co.Id/2015/05/Istiqamah-Itu-Adalah-Karomah-Tertinggi.Html?ShowComment=1469590082746#C7077624915479532704

Pengurus Besar (PB) Wanita Al Irsyad bekerja sama dengan MER-C mengadakan diskusi bertajuk Women and Children in Gaza Palestine pada Rabu (20/7). Acara yang berlangsung di Masjid Abu Bakar Ash Shiddiq, Jakarta Timur ini menghadirkan perempuan asal Palestina Widyan Sha’at untuk bercerita tentang kondisi perempuan dan anak-anak yang hidup di Jalur Gaza, Palestina.


Menurut Widyan, perempuan, khususnya kaum ibu dan anak-anak di Jalur Gaza menghadapi kehidupan yang cukup berat. Tak sedikit korban yang berjatuhan berasal dari kalangan perempuan dan ibu baik karena serangan senjata maupun karena minim dan sulitnya akses kesehatan.

Ketidakberdayaan para ibu kerap menempatkan mereka dalam posisi yang sulit. “Kami memiliki anak-anak yang harus dijaga tapi dalam kondisi tertentu kami tidak mampu menjaga mereka semuanya. Kami bahkan tidak bisa menyelamatkan beberapa dari mereka dari serangan tentara Israel,” ungkap Widyan.

Kendati hidup penuh ancaman di tengah bombardir tentara Israel, Widyan mengatakan, kaum ibu selalu berupaya menjaga ketaatan dan aqidah mereka. Mengingat serangan bisa datang kapan saja dan dekatnya kematian, kaum perempuan tidak pernah melepaskan hijab atau abaya mereka, bahkan ketika tidur.

“Kalaupun mati, kami ingin mati dalam keadaan aurat yang tertutup,” kata Widyan yang saat ini berdomisili di Malaysia. 

Selain itu, para ibu juga selalu memberikan pendidikan kepada anak mereka tentang kewajiban seorang Muslim menjaga situs suci masjid Al Aqsa. Ibu-ibu menanamkan kepada anak-anak mereka menjaga Al Aqsa adalah suatu kehormatan dan wujud cinta kepada Allah.

Menurut Widyan, meski hidup di tengah gempuran tentara Israel, rakyat Gaza selalu merasakan kedamaian di dalam hati karena iman mereka kepada Allah. “Kami yakin Allah telah menjanjikan surga bagi orang-orang yang membela Al Aqsa,” ujar Widyan.

Sumber :
Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ani Nursalikah
Reuters
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --

Jumat, 22 Juli 2016

Al-Habib Sholeh  bin Muhsin Al-Hamid  dilahirkan di Korbah Ba Karman ( Wadi 'Amd ), Hadramaut pada tahun 1313 Hijriyah. Ayahnya adalah Al-Habib Muhsin bin Ahmad Al-Hamid yang terkenal  dengan sebutan Al-Bakry-Al-Hamid, adalah seorang sholihin dan seorang wali yang arif  juga sangat dicintai dan disegani oleh masyarakatnya. Sedangkan ibunda beliau  seorang wanita sholihah yaitu Aisyah dari keluarga  Al-Abud Ba Umar dari masyaikh Al-'Amudi. 

Al-Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid mempelajari Al-Qur’an  kepada seorang guru yang bernama Said Ba Mudhij, di Wadi Amd. Sedangkan Ilmu Fiqh dan tasawuf dipelajari dari ayahnya sendiri Al-Habib Muhsin bin Ahmad Al-Hamid. 

Pada usia 26 tahun bertepatan bulan keenam tahun 1921 M, dengan ditemani Assyaikh Al-Fadil Assoleh Salim bin Ahmad Al-Askariy, Al-Habib Sholeh meninggalkan Hadramaut menuju Indonesia. Mereka berdua singgah di Jakarta untuk beberapa saat, kemudian menuju ke Lumajang di kediaman sepupunya Al-Habib Muhsin bin Abdullah Al-Hamid. Al-Habib Sholeh menetap di Lumajang untuk beberapa lama, kemudian pindah ke Tanggul, Jember, Jawa Timur dan akhirnya menetap di sana hingga akhir hayatnya. Al-Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid lebih akrab dengan sebutan Habib Sholeh Tanggul

Di Tanggul, Habib Sholeh mendirikan Masjid yang diberi nama Masjid Riyadus Sholihin bermula dari hadiah sebidang tanah dari seorang Muhibbin Almarhum Haji Abdurrasyid kepada Habib Sholeh, yang kemudian diwakafkan dan didirikan Masjid diatasnya. 

Habib Sholeh berda'wah kepada masyarakat sekitar tidak kenal lelah, selalu mengajak umat shalat berjama'ah dan tidak meninggalkannya. Antara Maghrib dan Isya di isi dengan membaca Al-Qur'an dan wirid-wirid. Selepas shalat ashar membaca kitab An-Nashoih Dinniyah karya Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad.

Habib Sholeh wafat di Tanggul ketika senja pada hari Sabtu, tanggal 8 Syawal 1396 Hijriyah ( 1976 M.) dalam usia 83 tahun. Beliau wafat setelah berwudhu dan sebelum sempat melaksanakan shalat Maghrib. Dimakamkan pada hari Minggu , tanggal 9 Syawal 1396 Hijriyah, setelah shalat Dzohor di samping kiblat Masjid Riyadus Sholihin, Tanggul, Jember,Jawa Timur

Habib Sholeh meninggalkan 6 putra-putri : Al-Habib Abdullah, Al-Habib Muhammad, Syarifah Nur, Syarifah Fatimah, Al-Habib Ali dan Syarifah Khadijah.
Karomah Habib Soleh bin Muhsin Al Hamid 
Membicarakan karamah Habib Sholeh tidak bisa lepas dari peristiwa yang mempertemukan dirinya dengan Nabi Khidir AS. Kala itu, layaknya pemuda keturunan Arab lainnya, orang masih memanggilnya Yik, kependekan dari kata Sayyid, yang artinya Tuan, sebuah gelar untuk keturunan Rasulullah.

Suatu ketika Yik Sholeh sedang menuju stasiun Kereta Api Tanggul yang letaknya memang dekat dengan rumahnya. Tiba-tiba datang seorang pengemis meminta uang. Sholeh yang sebenarnya membawa sepuluh rupiah menjawab tidak ada, karena hanya itu yang dimiliki. Pengemis itupun pergi, tetapi kemudian datang dan minta uang lagi. Karena dijawab tidak ada, ia pergi lagi, tetapi lalu datang untuk ketiga kalinya. Ketika didapati jawaban yang sama, orang itu berkata, “Yang sepuluh rupiah di saku kamu?” seketika Yik Sholeh meresakan ada yang aneh. Lalu ia menjabat tangan pengemis itu. Ketika berjabat tangan, jempol si pengemis terasa lembut seperti tak bertulang. Keadaan seperti itu, menurut beberapa kitab klasik, adalah ciri fisik nabi Khidir. Tangannya pun dipegang erat-erat oleh Yek Sholeh, sambil berkata, “Anda pasti Nabi Khidir, maka mohon doakan saya.” Sang pengemis pun berdoa, lalu pergi sambil berpesan bahwa sebentar lagi akan datang seorang tamu.Tak lama kemudian, turun dari kereta api seorang yang berpakaian serba hitam dan meminta Yik Sholeh untuk menunjukkan rumah habib Sholeh. Karena di sekitar sana tidak ada yang nama Habib Sholeh, dijawab tidak ada. Karena orang itu menekankan ada, Yik Sholeh menjawab, “Di daerah sini tidak ada, tuan, nama Habib Sholeh, yang ada Sholeh, saya sendiri, “Kalau begitu andalah yang saya cari,” jawab orang itu lalu pergi, membuat Yik Sholeh tercengang.

Sejak itu, rumah Habib Sholeh selalu ramai dikunjungi orang, mulai sekedar silaturrahmi, sampai minta berkah doa. Tidak hanya dari tanggul, tetapi juga luar Jawa bahkan luar negeri, seperti Belanda, Afrika, Cina, Malaysia, Singapura dan lain-lain. Mantan wakil Presiden Adam malik adalah satu dari sekian pejabat yang sering sowan kerumahnya. Satu bukti kemasyhuran beliau, jika Habib Sholeh ke Jakarta, menjemputnya bejibun, melebihi penjemputan Presiden,” ujar KH. Abdillah yang mengenal dengan baik Habib, menggambarkan.

KH.Ahmad Qusyairi bin Shiddiq adalah sahabat karib habib. Dulunya Habib Sholeh sering mengikuti pengajian KH. Ahmad Qusyairi di Tanggul, tetapi setelah tanda-tanda kewalian Habib mulai menampak, ganti KH. Qusyairi yang mengaji kepada Habib.

Menjelang wafat, KH. Qusyairi sowan kepada Habib. Tidak seperti biasa, kala itu sambutan Habib begitu hangat, sampai dipeluk erat-erat. Habib pun mnyembelih seekor kambing khusus menjamu sang teman karib. Disela-sela bercengkrama, Habib mengatakan bahwa itu terakhir kali yang ia lakukan. Ternyata beberapa hari kemudian KH. Qusyairi wafat di kediamannya di Pasuruan.

Tersebutlah seorang jenderal yang konon pernah mendapat hadiah pulpen dari Presiden AS D. Esenhower. Suatu ketika pulpen itu raib saat dibawa ajudannya kepasar (kecopetan). Karuan saja sang ajudan kalang kabut, sehingga disarankan oleh seorang kenalannya agar minta tolong ke Habib Sholeh.

Sampai di sana, Habib menyuruh mencari di Pasar Tanggul. Sekalipun aneh, dituruti saja, dan ternyata pulpen itu tidak ditemukan. Habib menyuruh lagi, lagi-lagi tidak ditemukan. Karena memaksa, Habib masuk kedalam kamarnya, dan tak lama kemudian keluar dengan menjulurkan sebuah Pulpen. “Apa seperti ini pulpen itu? Sang ajudan tertegun, karena ternyata itulah pulpen sang jenderal yang sudah pindah ke genggaman pencopet.

Nama Habib Sholeh kian terkenal dan harum. Kisah-kisah yang menuturkan karamah beliau tak terhitung. Tetapi perlu dicatat, karamah hanyalah suatu indikasi kewalian seseorang. Kelebihan itu dapat dicapai setelah melalui proses panjang yaitu pelaksanaan ajaran Islam secara Kaffah. Dan itu dilakukan secara konsekwen dan terus menerus (istiqamah), sampai dikatakan bahwa Istiqamah itu lebih mulia dari seribu karamah.

Tengok saja komitmen Habib terhadap nilai-nilai keislaman, termasuk keperduliannya terhadap fakir miskin, janda dan anak yatim, menjadi juru damai ketika ada perselisihan. Beliau dikenal karena akhlak mulianya, tidak pernah menyakiti hati orang lain, bahkan berusaha menyenangkan hati mereka, sampai-sampai dikenal tidak pernah permintaan orang. Siapapun yang bertamu akan dijamu sebaik mungkin. Habib Sholeh sering menimba sendiri air sumur untuk mandi dan wudu para tamunya.

Maka buah yang didapat, seperti ketika Habib Ahmad Al-Hamid pernah berkata kepada baliau, kenapa Allah selalu mengabulkan doanya. Habib Sholeh menjawab, “Bagaimana tidak? Sedangkan aku belum pernah melakukan hal yang membuat-Nya Murka.”

Kamis, 07 Juli 2016

اللَّهُ أكْبَرُ اللَّهُ أكْبَرُ اللَّهُ أكْبَرُ، لا إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ، واللَّهُ أكْبَرُ اللَّهُ أكْبَرُ ولِلَّهِ الحَمْدُ


Setelah sebulan lamanya kaum muslimin menunaikan puasa Ramadhan, kini saatnya merayakan Idul Fitri. Sebagaimana di tempat lain di seluruh dunia, kaum Muslimin di lingkungan RW 010 pun 
menyelenggarakan Sholat Idul Fitri di Masjid Al Abror.

Sholat Idul Fitri tahun ini dipimpin oleh Ustadz Muqarrabin, Sarjana Agama. beliau bertyinggindak sebagai Imam sekaligus khatib.

Beliau menyinggung tentang doa malaikat Jibril yang diaminkan oleh Rasulullah SAW. tatkala beliau SAW menaiki mimbar. Ada tiga kelompok orang yang dido‘akan dengan kejelekan oleh Jibril dan diaminkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka itu adalah:


1.Orang yang mendapati bulan Ramadhan tetapi dia tidak diampuni.

2. Orang yang mendapati kedua orang tuanya masih hidup atau salah satunya, tetapi ia masuk ke dalam Neraka.

3. Orang yang disebutkan di hadapannya nama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi ia tidak bershalawat kepadanya.


Semoga kita tidak termasuk ke dalam tiga kelompok orang yang dimaksud hadits di atas. Dan termasuk shoimin yang aidin wal faizin. Semoa Allah menerima puasa, sholat, bacaan Alquran, zakat, dan semua ibadah kita. Amin Ya Robbal "alamin. (ayahr@nia)


MC Mahyuddin Hanafi
Bilal Ust.M.Shandi
Imam/Khotib Ust.Mukarobin
Jama'ah
Jama'ah



Nabi Muhammad saw bersabda:

Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh. HR Muslim

Beberapa catatan
1. Lebih utama dimulai dilaksanakan sehari setelah ldul Fitri (2 Syawal), namun tidak mengapa jika diakhirkan asalkan masih di bulan Syawal. Agar kita termasuk orang yang bersegera melaksanakan kebaikan.

2. Berurutan 6 hari lebih baik, karena insyaAllah lebih mudah, dan juga termasuk bersegera melakukan kebaikan

3. Usahakan untuk menunaikan qadha puasa terlebih dahulu agar mendapatkan ganjaran puasa Syawal yaitu puasa setahun penuh Ibnu Rajab Al-Hambali berkata, "Siapa yang mempunyai kewajiban qadha' puasa Ramadhan, hendaklah ia memulai puasa gadha'nya di bulan Syawal Hal itu lebih akan membuat kewajiban seorang Muslim menjadi gugur.

Bahkan puasa qadha itu lebih utama dari puasa enam hari Syawal.

Lathoiful Ma'arif, hal. 391

Semoga kita termasuk yang mendapatkan kemudahan dan petunjuk dari Allah Swt, untuk bersegera dan berlomba-lomba dalam kebaikan . 

Rabu, 06 Juli 2016


خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Alloh maha mendengar lagi maha mengetahui". (Q.S At-Taubah ayat 103)

Juga hadits riwayat muttafaqun alaihi yang artinya: "Islam didirikan diatas lima dasar: Mengikrarkan bahwa tidak ada tuhan selain Alloh dan Muhammad adalah utusan Alloh, mendirikan sholat, membayar zakat, menunaikan haji, dan berpuasa pada bulan Romadhon". (H.R. Muttafaq 'alaih)

"Sungguh berbahagialah orang yang mengeluarkan zakat (fitrahnya), menyebut nama Tuhannya (mengucap takbir, membesarkan Alloh) lalu ia mengerjakan sholat (idul fitri)". (Q.S. Al-A'la ayat 14-15)

"Rosululloh SAW telah mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang shaum dari segala perkataan yang keji dan buruk yang mereka lakukan selama mereka shaum, dan untuk menjadi makanan bagi orang orang yang miskin. (H.R. Abu Daud)

Panitia Zakat Masjid Jami Al Abror semenjak dua hari sebelum Idul Fitri sibuk mempersiapkan pendistribusian zakat yang diterima dari para muzakki kepada mustahiq yang ada di sekitar masjid di lingkungan RW 010.

Tahun ini jumlah muzakki yang menyalurkan zakat fitrahnya mencapai angka seribuan, sedangkan mustahik berada di kisaran angka enam ratus lima puluhan. Dengan jumlah penerimaan zakat fitrah sebanyak 1.131 liter beras dan 34.195.000 rupiah . 

Alhamdulillah hingga dini hari malam Takbiran, pengurus telah menyelesaikan tugasnya dan menghabiskan zakat fitrah kepada mutahik di sekitar masjid Jami Al Abror melalui ketua-ketua rukun tetangga 04, 05, 07, hingga 012. Ditambah lagi beberapa musafir yang lalu lalang di depan masjid dan sekedar meminta tambahan dari dana zakat.
Kita semua berharap dapat meminimalisasi jumlah mustahik hingga jumlah muzakki kian bertambah. Insyaa Allah.

Pembagian Zakat

Sabtu, 02 Juli 2016

Sekitar 29 remaja putera dan puteri dari RW 010 Kelurahan Kebayoran Lama Selatan berkumpul di Masjid Jami Al Abror untuk mwngikuti swbuah kegiatan rohani yang diberi label Mabit atau Malam Pembinaan Iman dan Takwa. Acara ini dimotori oleh Karang Taruna RW 010. 
Peserta Mabit terdiri atas remaja yang bergabung dalam wadah Karang Taruna.

Mabit ini dimulai dengan pembukaan oleh Ketua RW 010 Bapak Waldi, SE. Dan dilanjutkan dengan Tadarus Al Quran.
Setelahnya, peserta beristirahat tidur dan bangun untuk melakukan sholat malam/tahajud dilanjutkan dengan  tafakkur alam dan muhasabah dengan melakukan perjalanan jurit malam melintasi pemakaman umum Tanah Kusir.  Kemudian peserta menyantap makanan sahur dan sholat subuh. Usai sholat subuh, acara ditutup.
Semoga acara seperti ini dapat berdampak positif bagi pribadi peserta agar lebih bijak dalam bertindak dan berprilaku. Serta lebih beradab dalam sikap ketika berada di lingkungan masjid. (Ayahrh@nia)

Kamis, 23 Juni 2016

Kyai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari, bagian belakangnya juga sering dieja Asy’ari atau Ashari, lahir 10 April 1875 (24 Dzulqaidah 1287H) dan wafat pada 25 Juli 1947; dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang, adalah pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia.

Kiyai Haji Muhammad Hasyim Asy'ariKH Hasyim Asyari adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Ayahnya bernama Kyai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Hasyim merupakan keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang). Hasyim adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Namun keluarga Hasyim adalah keluarga Kyai. Kakeknya, Kyai Utsman memimpin Pesantren Nggedang, sebelah utara Jombang. Sedangkan ayahnya sendiri, Kyai Asy’ari, memimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Dua orang inilah yang menanamkan nilai dan dasar-dasar Islam secara kokoh kepada Hasyim


Silsilah Nasab

Merunut kepada silsilah beliau, melalui Sunan Giri (Raden Ainul Yaqin) KH. Hasyim Asy’ari memiliki garis keturunan sampai dengan Rasulullah dengan urutan lanjutan sebagai berikut:
  • Sunan Giri (Raden Ainul Yaqin)
  • Abdurrohman / Jaka Tingkir (Sultan Pajang)
  • Abdul Halim (Pangeran Benawa)
  • Abdurrohman (Pangeran Samhud Bagda)
  • Abdul Halim
  • Abdul Wahid
  • Abu Sarwan
  • KH. Asy’ari (Jombang)
  • KH. Hasyim Asy’ari (Jombang)
Menurut catatan nasab Sa’adah BaAlawi Hadramaut, silsilah dari Sunan Giri (Raden Ainul Yaqin) merupakan keturunan Rasulullah SAW, yaitu sebagai berikut:
  • Husain bin Ali
  • Ali Zainal Abidin
  • Muhammad al-Baqir
  • Ja’far ash-Shadiq
  • Ali al-Uraidhi
  • Muhammad an-Naqib
  • Isa ar-Rumi
  • Ahmad al-Muhajir
  • Ubaidullah
  • Alwi Awwal
  • Muhammad Sahibus Saumiah
  • Alwi ats-Tsani
  • Ali Khali’ Qasam
  • Muhammad Shahib Mirbath
  • Alwi Ammi al-Faqih
  • Abdul Malik (Ahmad Khan)
  • Abdullah (al-Azhamat) Khan
  • Ahmad Syah Jalal (Jalaluddin Khan)
  • Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana Akbar)
  • Maulana Ishaq
  • dan ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri)
Pendidikan

Sejak anak-anak, bakat kepemimpinan dan kecerdasan Hasyim memang sudah nampak. Di antara teman sepermainannya, ia kerap tampil sebagai pemimpin. Dalam usia 13 tahun, ia sudah membantu ayahnya mengajar santri-santri yang lebih besar ketimbang dirinya. Usia 15 tahun Hasyim meninggalkan kedua orang tuanya, berkelana memperdalam ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain. Mula-mula ia menjadi santri di Pesantren Wonokoyo, Probolinggo. Kemudian pindah ke Pesantren PP Langitan, Widang, Tuban. Pindah lagi Pesantren Trenggilis, Semarang. Belum puas dengan berbagai ilmu yang dikecapnya, ia melanjutkan di Pesantren Kademangan, Bangkalan di bawah asuhan KH Cholil Bangkalan.

KH Hasyim Asyari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak usia 15 tahun, beliau berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren, antara lain Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo.
Tak lama di sini, Hasyim pindah lagi di Pesantren Siwalan, Sidoarjo. Di pesantren yang diasuh Kyai Ya’qub inilah, agaknya, Hasyim merasa benar-benar menemukan sumber Islam yang diinginkan. Kyai Ya’qub dikenal sebagai ulama yang berpandangan luas dan alim dalam ilmu agama. Cukup lama –lima tahun– Hasyim menyerap ilmu di Pesantren Siwalan. Dan rupanya Kyai Ya’qub sendiri kesengsem berat kepada pemuda yang cerdas dan alim itu. Maka, Hasyim bukan saja mendapat ilmu, melainkan juga istri. Ia, yang baru berumur 21 tahun, dinikahkan dengan Chadidjah, salah satu puteri Kyai Ya’qub. Tidak lama setelah menikah, Hasyim bersama istrinya berangkat ke Mekkah guna menunaikan ibadah haji. Tujuh bulan di sana, Hasyim kembali ke tanah air, sesudah istri dan anaknya meninggal.

Tahun 1893, ia berangkat lagi ke Tanah Suci. Sejak itulah ia menetap di Mekkah selama 7 tahun dan berguru pada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, Syaikh Mahfudz At-Tarmasi, Syaikh Ahmad Amin Al Aththar, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh Said Yamani, Syaikh Rahmaullah, Syaikh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As Saqqaf, dan Sayyid Husein Al Habsyi. Tahun l899 pulang ke Tanah Air, Hasyim mengajar di pesanten milik kakeknya, Kyai Usman. Tak lama kemudian ia mendirikan Pesantren Tebuireng, Jombang. Kyai Hasyim bukan saja Kyai ternama, melainkan juga seorang petani dan pedagang yang sukses. Tanahnya puluhan hektar. Dua hari dalam seminggu, biasanya Kyai Hasyim istirahat tidak mengajar. Saat itulah ia memeriksa sawah-sawahnya. Kadang juga pergi Surabaya berdagang kuda, besi dan menjual hasil pertaniannya. Dari bertani dan berdagang itulah, Kyai Hasyim menghidupi keluarga dan pesantrennya.

Silsilah Keilmuan
  • KH Muhammad Saleh Darat, Semarang
  • KH Cholil Bangkalan
  • Kyai Ya’qub, Sidoarjo
  • Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau
  • Syaikh Mahfudz At-Tarmasi
  • Syaikh Ahmad Amin Al Aththar
  • Syaikh Ibrahim Arab
  • Syaikh Said Yamani
  • Syaikh Rahmaullah
  • Syaikh Sholeh Bafadlal
  • Sayyid Abbas Al Maliki
  • Sayyid Alwi bin Ahmad As Segaf
  • Sayyid Husain Al Habsyi
  • Sayyid Sulthan Hasyim al-Daghistani
  • Sayyid Abdullah al-Zawawi
  • Sayyid Ahmad bin Hasan al-Atthas
  • Sayyid Abu Bakar Syatha al-Dimyathi
  • Memperoleh ijazah dari Habib Abdullah bin Ali Al Haddad
Murid

Ribuan santri menimba ilmu kepada Kyai Hasyim dan setelah lulus dari pesantren Tebuireng, Jombang, tak sedikit di antara santri Kyai Hasyim kemudian tampil sebagai tokoh dan ulama kondang dan berpengaruh luas, antara lain:
  • KH Abdul Wahab Hasbullah, Pesantren Tambak Beras, Jombang
  • KH Bisri Syansuri, Pesantren Denanyar, Jombang
  • KH R As’ad Syamsul Arifin
  • KH Wahid Hasyim (anaknya)
  • KH Achmad Shiddiq
  • Syekh Sa’dullah al-Maimani (mufti di Bombay, India)
  • Syekh Umar Hamdan (ahli hadis di Makkah)
  • Al-Syihab Ahmad ibn Abdullah (Syiria)
  • KH R Asnawi (Kudus)
  • KH Dahlan (Kudus)
  • KH Shaleh (Tayu)
Keturunan

Berikut disampaikan silsilah keturunan beliau sampai dengan tingkat cucu.
  • Nyai Khodijah, istri pertama yang merupakan putri dari Kyai Ya’qub, Sidoarjo. Meninggal dunia sewaktu Kyai Hasyim Asy’ari menuntut ilmu di Mekkah
  • Nyai Nafiqoh, istri kedua, setelah istri pertama wafat, yaitu putri dari Kyai Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan Madiun. Putra-putri dari Nyai Nafiqoh: (1) Hannah (2) Khoriyah (3) Aisyah (4) Azzah (5) Abdul Wahid atau sering juga dipanggil sebagai Wahid Hasyim (6) Abdul Hakim (Abdul Kholik) (7) Abdul Karim (8) Ubaidillah (9) Mashuroh (10) Muhammad Yusuf.
  • Nyai Masruroh, istri ketiga, setelah istri kedua wafat, yaitu putrid dari Kyai Hasan, pengasuh pengasuh Pondok Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Dari pernikahan ini, Kiyai Hasyim dikaruniai 4 orang putra putri, yaitu: (1) Abdul Qodir (2) Fatimah (3) Khotijah (4) Muhammad Ya’qub.


Jasa bagi Ahlussunnah wal Jama’ah dan Bangsa Indonesia

Komite Hijaz, sebagai Benteng Islam TradisionalKemampuannya dalam ilmu hadits, diwarisi dari gurunya, Syaikh Mahfudz At-Tarmasi di Mekkah. Selama 7 tahun Hasyim berguru kepada Syaikh ternama asal Pacitan, Jawa Timur itu. Disamping Syaikh Mahfudh, Hasyim juga menimba ilmu kepada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau. Kepada dua guru besar itu pulalah Kyai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, berguru. Jadi, antara KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan sebenarnya tunggal guru.

Yang perlu ditekankan, saat Hasyim belajar di Mekkah, Muhammad Abduh sedang giat-giatnya melancarkan gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Dan sebagaimana diketahui, buah pikiran Abduh itu sangat mempengaruhi proses perjalanan ummat Islam selanjutnya. Sebagaimana telah dikupas Deliar Noer, ide-ide reformasi Islam yang dianjurkan oleh Abduh yang dilancarkan dari Mesir, telah menarik perhatian santri-santri Indonesia yang sedang belajar di Mekkah. Termasuk Hasyim tentu saja. Ide reformasi Abduh itu ialah pertama mengajak ummat Islam untuk memurnikan kembali Islam dari pengaruh dan praktek keagamaan yang sebenarnya bukan berasal dari Islam. Kedua, reformasi pendidikan Islam di tingkat universitas; dan ketiga, mengkaji dan merumuskan kembali doktrin Islam untuk disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan kehidupan modern; dan keempat, mempertahankan Islam. Usaha Abduh merumuskan doktrin-doktrin Islam untuk memenuhi kebutuhan kehidupan modern pertama dimaksudkan agar supaya Islam dapat memainkan kembali tanggung jawab yang lebih besar dalam lapangan sosial, politik dan pendidikan.

Dengan alasan inilah Abduh melancarkan ide agar ummat Islam melepaskan diri dari keterikatan mereka kepada pola pikiran para mazhab dan agar ummat Islam meninggalkan segala bentuk praktek tarekat. Syaikh Ahmad Khatib mendukung beberapa pemikiran Abduh, walaupun ia berbeda dalam beberapa hal. Beberapa santri Syaikh Khatib ketika kembali ke Indonesia ada yang mengembangkan ide-ide Abduh itu. Di antaranya adalah KH Ahmad Dahlan yang kemudian mendirikan Muhammadiyah. Tidak demikian dengan Hasyim. Ia sebenarnya juga menerima ide-ide Abduh untuk menyemangatkan kembali Islam, tetapi ia menolak pikiran Abduh agar ummat Islam melepaskan diri dari keterikatan mazhab. Ia berkeyakinan bahwa adalah tidak mungkin untuk memahami maksud yang sebenarnya dari ajaran-ajaran Al Qur’an dan Hadist tanpa mempelajari pendapat-pendapat para ulama besar yang tergabung dalam sistem mazhab. Untuk menafsirkan Al Qur’an dan Hadist tanpa mempelajari dan meneliti buku-buku para ulama mazhab hanya akan menghasilkan pemutarbalikan saja dari ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya, demikian tulis Dhofier. Dalam hal tarekat, Hasyim tidak menganggap bahwa semua bentuk praktek keagamaan waktu itu salah dan bertentangan dengan ajaran Islam. Hanya, ia berpesan agar ummat Islam berhati-hati bila memasuki kehidupan tarekat.

Dalam perkembangannya, benturan pendapat antara golongan bermazhab yang diwakili kalangan pesantren (sering disebut kelompok tradisional), dengan yang tidak bermazhab (diwakili Muhammadiyah dan Persis, sering disebut kelompok modernis) itu memang kerap tidak terelakkan. Puncaknya adalah saat Konggres Al Islam IV yang diselenggarakan di Bandung. Konggres itu diadakan dalam rangka mencari masukan dari berbagai kelompok ummat Islam, untuk dibawa ke Konggres Ummat Islam di Mekkah.
Karena aspirasi golongan tradisional tidak tertampung (di antaranya: tradisi bermazhab agar tetap diberi kebebasan, terpeliharanya tempat-tempat penting, mulai makam Rasulullah sampai para sahabat) kelompok ini kemudian membentuk Komite Hijaz. Komite yang dipelopori KH Abdul Wahab Hasbullah ini bertugas menyampaikan aspirasi kelompok tradisional kepada penguasa Arab Saudi. Atas restu Kyai Hasyim, Komite inilah yang pada 31 Februari l926 menjelma jadi Nahdlatul Ulama (NU) yang artinya kebangkitan ulama.

Setelah NU berdiri posisi kelompok tradisional kian kuat. Terbukti, pada 1937 ketika beberapa ormas Islam membentuk badan federasi partai dan perhimpunan Islam Indonesia yang terkenal dengan sebuta MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) Kyai Hasyim diminta jadi ketuanya. Ia juga pernah memimpin Masyumi, partai politik Islam terbesar yang pernah ada di Indonesia.

Penjajahan panjang yang mengungkung bangsa Indonesia, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Pada tahun 1908 muncul sebuah gerakan yang kini disebut Gerakan Kebangkitan Nasional. Semangat Kebangkitan Nasional terus menyebar ke mana-mana, sehingga muncullah berbagai organisai pendidikan, sosial, dan keagamaan, diantaranya Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) tahun 1916, dan Taswirul Afkar tahun 1918 (dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri atau Kebangkitan Pemikiran). Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar (Pergerakan Kaum Saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat.

Dengan adanya Nahdlatul Tujjar, maka Taswirul Afkar tampil sebagi kelompok studi serta lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota. Tokoh utama dibalik pendirian tafwirul afkar adalah, KH Abdul Wahab Hasbullah (tokoh muda pengasuh PP. Bahrul Ulum Tambakberas), yang juga murid hadratus Syaikh. Kelompok ini lahir sebagai bentuk kepedulian para ulama terhadap tantangan zaman di kala itu, baik dalam masalah keagamaan, pendidikan, sosial, dan politik.
Pada masa itu, Raja Saudi Arabia, Ibnu Saud, berencana menjadikan madzhab Salafi-Wahabi sebagai madzhab resmi Negara. Dia juga berencana menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam yang selama ini banyak diziarahi kaum Muslimin, karena dianggap bid’ah.

Di Indonesia, rencana tersebut mendapat sambutan hangat kalangan modernis seperti Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang menghormati keberagaman, menolak dengan alasan itu adalah pembatasan madzhab dan penghancuran warisan peradaban itu. Akibatnya, kalangan pesantren dikeluarkan dari keanggotaan Kongres Al Islam serta tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah, yang akan mengesahkan keputusan tersebut.

Didorong oleh semangat untuk menciptakan kebebasan bermadzhab serta rasa kepedulian terhadap pelestarian warisan peradaban, maka Kyai Hasyim bersama para pengasuh pesantren lainnya, membuat delegasi yang dinamai Komite Hijaz. Komite yang diketuai KH Abdul Wahab Hasbullah ini datang ke Saudi Arabia dan meminta Raja Ibnu Saud untuk mengurungkan niatnya. Pada saat yang hampir bersamaan, datang pula tantangan dari berbagai penjuru dunia atas rencana Ibnu Saud, sehingga rencana tersebut digagalkan. Hasilnya, hingga saat ini umat Islam bebas melaksanakan ibadah di Mekah sesuai dengan madzhab masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga.

Mendirikan Nahdlatul Ulama

Tahun 1924, kelompok diskusi Taswirul Afkar ingin mengembangkan sayapnya dengan mendirikan sebuah organisasi yang ruang lingkupnya lebih besar. Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari yang dimintai persetujuannya, meminta waktu untuk mengerjakan salat istikharah, menohon petunjuk dari Allah.
Nahdlatul UlamaDinanti-nanti sekian lama, petunjuk itu belum datang juga. Kyai Hasyim sangat gelisah. Dalam hati kecilnya ingin berjumpa dengan gurunya, KH Kholil bin Abdul Latif, Bangkalan.

Sementara nun jauh di Bangkalan sana, Kyai Khalil telah mengetahui apa yang dialami Kyai Hasyim. Kyai Kholil lalu mengutus salah satu orang santrinya yang bernama As’ad Syamsul Arifin (kelak KH R As’ad Syamsul Arifin menjadi pengasuh PP Salafiyah Syafiiyah Situbondo), untuk menyampaikan sebuah tasbih kepada Kyai Hasyim di Tebuireng. Pemuda As’ad juga dipesani agar setiba di Tebuireng membacakan surat Thaha ayat 23 kepada Kyai Hasyim.

Ketika Kyai Hasyim menerima kedatangan As’ad, dan mendengar ayat tersebut, hatinya langsung bergentar. ”Keinginanku untuk membentuk jamiyah agaknya akan tercapai,” ujarnya lirih sambil meneteskan airmata.
Waktu terus berjalan, akan tetapi pendirian organisasi itu belum juga terealisasi. Agaknya Kyai Hasyim masih menunggu kemantapan hati.

Satu tahun kemudian (1925), pemuda As’ad kembali datang menemui Hadratus Syaikh. ”Kyai, saya diutus oleh Kyai Kholil untuk menyampaikan tasbih ini,” ujar pemuda Asad sambil menunjukkan tasbih yang dikalungkan Kyai Kholil di lehernya. Tangan As’ad belum pernah menyentuh tasbih sersebut, meskipun perjalanan antara Bangkalan menuju Tebuireng sangatlah jauh dan banyak rintangan. Bahkan ia rela tidak mandi selama dalam perjalanan, sebab khawatir tangannya menyentuh tasbih. Ia memiliki prinsip, ”kalung ini yang menaruh adalah Kyai, maka yang boleh melepasnya juga harus Kyai”. Inilah salah satu sikap ketaatan santri kepada sang guru.

”Kyai Kholil juga meminta untuk mengamalkan wirid Ya Jabbar, Ya Qahhar setiap waktu,” tambah As’ad.
Kehadiran As’ad yang kedua ini membuat hati Kyai Hasyim semakin mantap. Hadratus Syaikh menangkap isyarat bahwa gurunya tidak keberatan jika ia bersama kawan-kawannya mendirikan organisai/jam’iyah. Inilah jawaban yang dinanti-nantinya melalui salat istikharah.

Sayangnya, sebelum keinginan itu terwujud, Kyai Kholil sudah meninggal dunia terlebih dahulu.
Pada tanggal 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926M, organisasi tersebut secara resmi didirikan, dengan nama Nahdhatul Ulama’, yang artinya kebangkitan ulama. Kyai Hasyim dipercaya sebagai Rais Akbar pertama. Kelak, jam’iyah ini menjadi organisasi dengan anggota terbesar di Indonesia, bahkan di Asia.

Sebagaimana diketahui, saat itu (bahkan hingga kini) dalam dunia Islam terdapat pertentangan faham, antara faham pembaharuan yang dilancarkan Muhammad Abduh dari Mesir dengan faham bermadzhab yang menerima praktek tarekat. Ide reformasi Muhammad Abduh antara lain bertujuan memurnikan kembali ajaran Islam dari pengaruh dan praktek keagamaan yang bukan berasal dari Islam, mereformasi pendidikan Islam di tingkat universitas, dan mengkaji serta merumuskan kembali doktrin Islam untuk disesuaikan dengan kebutuhan kehidupan modern. Dengan ini Abduh melancarakan ide agar umat Islam terlepas dari pola pemikiran madzhab dan meninggalkan segala bentuk praktek tarekat.

Semangat Abduh juga mempengaruhi masyarakat Indonesia, kebanyakan di kawasan Sumatera yang dibawa oleh para mahasiswa yang belajar di Mekkah. Sedangkan di Jawa dipelopori oleh KH. Ahmad Dahlan melalui organisasi Muhammadiyah (berdiri tahun 1912).

Kyai Hasyim pada prinsipnya menerima ide Muhammad Abduh untuk membangkitkan kembali ajaran Islam, akan tetapi menolak melepaskan diri dari keterikatan madzhab. Sebab dalam pandangannya, umat Islam sangat sulit memahami maksud Al Quran atau Hadits tanpa mempelajari kitab-kitab para ulama madzhab. Pemikiran yang tegas dari Kyai Hasyim ini memperoleh dukungan para Kyai di seluruh tanah Jawa dan Madura. Kyai Hasyim yang saat itu menjadi ”kiblat” para Kyai, berhasil menyatukan mereka melalui pendirian Nahdlatul Ulama’ ini.

Pada saat pendirian organisasi pergerakan kebangsaan membentuk Majelis Islam ‘Ala Indonesia (MIAI), Kyai Hasyim dengan putranya KH Wahid Hasyim, diangkat sebagai pimpinannya (periode tahun 1937-1942).

Mendirikan Pesantren Tebuireng

Tahun 1899, Kyai Hasyim membeli sebidang tanah dari seorang dalang di Dukuh Tebuireng. Letaknya kira-kira 200 meter sebelah Barat Pabrik Gula Cukir, pabrik yang telah berdiri sejak tahun 1870. Dukuh Tebuireng terletak di arah timur Desa Keras, kurang lebih 1 km. Di sana beliau membangun sebuah bangunan yang terbuat dari bambu (Jawa: tratak) sebagai tempat tinggal.

Dari tratak kecil inilah embrio Pesantren Tebuireng dimulai. Kyai Hasyim mengajar dan salat berjamaah di tratak bagian depan, sedangkan tratak bagian belakang dijadikan tempat tinggal. Saat itu santrinya berjumlah 8 orang, dan tiga bulan kemudian meningkat menjadi 28 orang.

Setelah dua tahun membangun pesantren Tebuireng, Jombang, Kyai Hasyim kembali harus kehilangan istri tercintanya, Nyai Khodijah. Saat itu perjuangan mereka sudah menampakkan hasil yang menggembirakan.
Kyai Hasyim kemudian menikah kembali dengan Nyai Nafiqoh, putri Kyai Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan Madiun. Dari pernikahan ini Kyai Hasyim dikaruniai 10 anak, yaitu: (1) Hannah, (2) Khoiriyah, (3) Aisyah, (4) Azzah, (5) Abdul Wahid, (6) Abdul Hakim (Abdul Kholik), (7) Abdul Karim, (8) Ubaidillah, (9) Mashuroh, (10) Muhammad Yusuf.

Pada akhir dekade 1920an, Nyai Nafiqoh wafat sehingga Kyai Hasyim menikah kembali dengan Nyai Masruroh, putri Kyai Hasan, pengasuh Pondok Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Dari pernikahan ini, Kyai Hasyim dikarunia 4 orang putra-putri, yaitu: (1) Abdul Qodir, (2) Fatimah, (3) Khotijah, (4) Muhammad Ya’kub.

Resolusi Jihad

Perjuangan dan Penjajahan Karena pengaruhnya yang demikian kuat itu, keberadaan Kyai Hasyim menjadi perhatian serius penjajah. Baik Belanda maupun Jepang berusaha untuk merangkulnya. Di antaranya ia pernah dianugerahi bintang jasa pada tahun 1937, tapi ditolaknya. Justru Kyai Hasyim sempat membuat Belanda kelimpungan. Pertama, ia memfatwakan bahwa perang melawan Belanda adalah jihad (perang suci). Belanda kemudian sangat kerepotan, karena perlawanan gigih melawan penjajah muncul di mana-mana. Kedua, Kyai Hasyim juga pernah mengharamkan naik haji memakai kapal Belanda. Fatwa tersebut ditulis dalam bahasa Arab dan disiarkan oleh Kementerian Agama secara luas. Keruan saja, Van der Plas (penguasa Belanda) menjadi bingung. Karena banyak ummat Islam yang telah mendaftarkan diri kemudian mengurungkan niatnya.

Namun sempat juga Kyai Hasyim mencicipi penjara 3 bulan pada l942. Tidak jelas alasan Jepang menangkap Kyai Hasyim. Mungkin, karena sikapnya tidak kooperatif dengan penjajah. Uniknya, saking khidmatnya kepada gurunya, ada beberapa santri minta ikut dipenjarakan bersama Kyainya itu.
Masa awal perjuangan Kyai Hasyim di Tebuireng bersamaan dengan semakin represifnya perlakuan penjajah Belanda terhadap rakyat Indonesia. Pasukan Kompeni ini tidak segan-segan membunuh penduduk yang dianggap menentang undang-undang penjajah. Pesantren Tebuireng, Jombang pun tak luput dari sasaran represif Belanda.

Pada tahun 1913 M., intel Belanda mengirim seorang pencuri untuk membuat keonaran di Tebuireng. Namun dia tertangkap dan dihajar beramai-ramai oleh santri hingga tewas. Peristiwa ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk menangkap Kyai Hasyim dengan tuduhan pembunuhan.

Dalam pemeriksaan, Kyai Hasyim yang sangat piawai dengan hukum-hukum Belanda, mampu menepis semua tuduhan tersebut dengan taktis. Akhirnya beliau dilepaskan dari jeratan hukum.
Belum puas dengan cara adu domba, Belanda kemudian mengirimkan beberapa kompi pasukan untuk memporak-porandakan pesantren yang baru berdiri 10-an tahun itu. Akibatnya, hampir seluruh bangunan pesantren porak-poranda, dan kitab-kitab dihancurkan serta dibakar. Perlakuan represif Belanda ini terus berlangsung hingga masa-masa revolusi fisik Tahun 1940an.

Pada bulan Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, dekat Bandung, sehingga secara de facto dan de jure, kekuasaan Indonesia berpindah tangan ke tentara Jepang. Pendudukan Dai Nippon menandai datangnya masa baru bagi kalangan Islam. Berbeda dengan Belanda yang represif kepada Islam, Jepang menggabungkan antara kebijakan represi dan kooptasi, sebagai upaya untuk memperoleh dukungan para pemimpin Muslim.

Salah satu perlakuan represif Jepang adalah penahanan terhadap Hadratus Syaikh beserta sejumlah putera dan kerabatnya. Ini dilakukan karena Kyai Hasyim menolak melakukan seikerei. Yaitu kewajiban berbaris dan membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 pagi, sebagai simbol penghormatan kepada Kaisar Hirohito dan ketaatan kepada Dewa Matahari (Amaterasu Omikami). Aktivitas ini juga wajib dilakukan oleh seluruh warga di wilayah pendudukan Jepang, setiap kali berpapasan atau melintas di depan tentara Jepang.

Kyai Hasyim menolak aturan tersebut. Sebab hanya Allah lah yang wajib disembah, bukan manusia. Akibatnya, Kyai Hasyim ditangkap dan ditahan secara berpindah–pindah, mulai dari penjara Jombang, kemudian Mojokerto, dan akhirnya ke penjara Bubutan, Surabaya. Karena kesetiaan dan keyakinan bahwa Hadratus Syaikh berada di pihak yang benar, sejumlah santri Tebuireng minta ikut ditahan. Selama dalam tahanan, Kyai Hasyim mengalami banyak penyiksaan fisik sehingga salah satu jari tangannya menjadi patah tak dapat digerakkan.

Setelah penahanan Hadratus Syaikh, segenap kegiatan belajar-mengajar di Pesantren Tebuireng, Jombang vakum total. Penahanan itu juga mengakibatkan keluarga Hadratus Syaikh tercerai berai. Isteri Kyai Hasyim, Nyai Masruroh, harus mengungsi ke Pesantren Denanyar, barat Kota Jombang.
Tanggal 18 Agustus 1942, setelah 4 bulan dipenjara, Kyai Hasyim dibebaskan oleh Jepang karena banyaknya protes dari para Kyai dan santri. Selain itu, pembebasan Kyai Hasyim juga berkat usaha dari KH Wahid Hasyim dan KH Abdul Wahab Hasbullah dalam menghubungi pembesar-pembesar Jepang, terutama Saikoo Sikikan di Jakarta.

Tanggal 22 Oktober 1945, ketika tentara NICA (Netherland Indian Civil Administration) yang dibentuk oleh pemerintah Belanda membonceng pasukan Sekutu yang dipimpin Inggris, berusaha melakukan agresi ke tanah Jawa (Surabaya) dengan alasan mengurus tawanan Jepang, Kyai Hasyim bersama para ulama menyerukan Resolusi Jihad melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris tersebut. Resolusi Jihad ditandatangani di kantor NU Bubutan, Surabaya. Akibatnya, meletuslah perang rakyat semesta dalam pertempuran 10 November 1945 yang bersejarah itu. Umat Islam yang mendengar Resolusi Jihad itu keluar dari kampung-kampung dengan membawa senjata apa adanya untuk melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris. Peristiwa 10 Nopember kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional.

Pada tanggal 7 Nopember 1945—tiga hari sebelum meletusnya perang 10 Nopember 1945 di Surabaya—umat Islam membentuk partai politik bernama Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi). Pembentukan Masyumi merupakan salah satu langkah konsolidasi umat Islam dari berbagai faham. Kyai Hasyim diangkat sebagai Ro’is ‘Am (Ketua Umum) pertama periode tahun 1945-1947.
Selama masa perjuangan mengusir penjajah, Kyai Hasyim dikenal sebagai penganjur, penasehat, sekaligus jenderal dalam gerakan laskar-laskar perjuangan seperti GPII, Hizbullah, Sabilillah, dan gerakan Mujahidin. Bahkan Jenderal Soedirman dan Bung Tomo senantiasa meminta petunjuk kepada Kyai Hasyim.

Risalah Ahlussunnah Wal JamaahKesan Akhlak dan Kecerdasan

Risalah Ahlussunnah Wal Jamaah Pernah terjadi dialog yang mengesankan antara dua ulama besar, KH Muhammad Hasyim Asy’ari dengan KH Cholil Bangkalan, gurunya. “Dulu saya memang mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa saya adalah murid Tuan,” kata Mbah Cholil, begitu Kyai dari Madura ini populer dipanggil.

Kyai Hasyim menjawab, “Sungguh saya tidak menduga kalau Tuan Guru akan mengucapkan kata-kata yang demikian. Tidakkah Tuan Guru salah raba berguru pada saya, seorang murid Tuan sendiri, murid Tuan Guru dulu, dan juga sekarang. Bahkan, akan tetap menjadi murid Tuan Guru selama-lamanya.”
Tanpa merasa tersanjung, Mbah Cholil tetap bersikeras dengan niatnya. “Keputusan dan kepastian hati kami sudah tetap, tiada dapat ditawar dan diubah lagi, bahwa kami akan turut belajar di sini, menampung ilmu-ilmu Tuan, dan berguru kepada Tuan,” katanya. Karena sudah hafal dengan watak gurunya, Kyai Hasyim tidak bisa berbuat lain selain menerimanya sebagai santri.

Lucunya, ketika turun dari masjid usai shalat berjamaah, keduanya cepat-cepat menuju tempat sandal, bahkan kadang saling mendahului, karena hendak memasangkan ke kaki gurunya.
Sesungguhnya bisa saja terjadi seorang murid akhirnya lebih pintar ketimbang gurunya. Dan itu banyak terjadi. Namun yang ditunjukkan Kyai Hasyim juga KH Cholil Bangkalan adalah kemuliaan akhlak. Keduanya menunjukkan kerendahan hati dan saling menghormati, dua hal yang sekarang semakin sulit ditemukan pada para murid dan guru-guru kita.

Mbah Cholil adalah Kyai yang sangat termasyhur pada jamannya. Hampir semua pendiri NU dan tokoh-tokoh penting NU generasi awal pernah berguru kepada pengasuh sekaligus pemimpin Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura, ini.
Sedangkan Kyai Hasyim sendiri tak kalah cemerlangnya. Bukan saja ia pendiri sekaligus pemimpin tertinggi NU, yang punya pengaruh sangat kuat kepada kalangan ulama, tapi juga lantaran ketinggian ilmunya. Terutama, terkenal mumpuni dalam ilmu Hadits. Setiap Ramadhan Kyai Hasyim punya ‘tradisi’ menggelar kajian hadits Bukhari dan Muslim selama sebulan suntuk. Kajian itu mampu menyedot perhatian ummat Islam.

Maka tak heran bila pesertanya datang dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk mantan gurunya sendiri, KH Cholil Bangkalan. Ribuan santri menimba ilmu kepada Kyai Hasyim. Setelah lulus dari Tebuireng, tak sedikit di antara santri Kyai Hasyim kemudian tampil sebagai tokoh dan ulama kondang dan berpengaruh luas. KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, KH R As’ad Syamsul Arifin, KH Wahid Hasyim (anaknya) dan KH Achmad Shiddiq adalah beberapa ulama terkenal yang pernah menjadi santri Kyai Hasyim.

Tak pelak lagi pada abad 20 Tebuireng merupakan pesantren paling besar dan paling penting di Jawa. Zamakhsyari Dhofier, penulis buku ‘Tradisi Pesantren’, mencatat bahwa pesantren Tebuireng adalah sumber ulama dan pemimpin lembaga-lembaga pesantren di seluruh Jawa dan Madura. Tak heran bila para pengikutnya kemudian memberi gelar Hadratus-Syaikh (Tuan Guru Besar) kepada Kyai Hasyim.

Khidmat Kepada Guru

Salah satu rahasia seorang murid bisa berhasil mendapatkan ilmu dari gurunya adalah taat dan hormat kepada gurunya. Guru adalah orang yang punya ilmu. Sedangkan murid adalah orang yang mendapatkan ilmu dari sang guru. Seorang murid harus berbakti kepada gurunya. Dia tidak boleh membantah apalagi menentang perintah sang guru (kecuali jika gurunya mengajarkan ajaran yang tercela dan bertentangan dengan syariat Islam maka sang murid wajib tidak menurutinya). Kalau titah guru baik, murid tidak boleh membantahnya.
Inilah yang dilakukan Kyai Hasyim Asy’ari (Pendiri Nahdlatul ‘Ulama). Beliau nyantri kepada KH Cholil Bangkalan, Bangkalan. Di pondok milik Kyai Kholil, Kyai Hasyim dididik akhlaknya. Saban hari, Kyai Hasyim disuruh gurunya angon (merawat) sapi dan kambing. Kyai Hasyim disuruh membersihkan kandang dan mencari rumput. Ilmu yang diberikan Kyai Kholil kepada muridnya itu memang bukan ilmu teoretis, melainkan ilmu pragmatis. Langsung penerapan.

Sebagai murid, Kyai Hasyim tidak pernah ngersulo (mengeluh) disuruh gurunya angon sapi dan kambing. Beliau terima titah gurunya itu sebagai khidmat (penghormatan) kepada guru. Beliau sadar bahwa ilmu dari gurunya akan berhasil diperoleh apabila sang guru ridlo kepada muridnya. Inilah yang dicari Kyai Hasyim, yakni keridoan guru. Beliau tidak hanya berhadap ilmu teoretis dari Kyai Kholil tapi lebih dari itu, yang diinginkan adalah berkah dari KH Cholil Bangkalan.
Kalau anak santri sekarang dimodel seperti ini, mungkin tidak tahan dan langsung keluar dari pondok. Anak santri sekarang kan lebih mengutamakan mencari ilmu teoretis. Mencari ilmu fikih, ilmu hadits, ilmu nahwu shorof, dan sebagainya. Sementara ilmu “akhlak” terapannya malah kurang diperhatikan.
Suatu hari, seperti biasa Kyai Hasyim setelah memasukkan sapi dan kambing ke kandangnya, Kyai Hasyim langsung mandi dan sholat Ashar. Sebelum sempat mandi, Kyai Hasyim melihat gurunya, Kyai Kholil termenung sendiri. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di hati sang guru. Maka diberanikanlah oleh Kyai Hasyim untuk bertanya kepada Kyai Kholil.
“Ada apa gerangan wahai guru kok kelihatan sedih,” tanya Kyai Hasyim kepada KH Cholil Bangkalan.
” Bagaimana tidak sedih, wahai muridku. Cincin pemberian istriku jatuh di kamar mandi. Lalu masuk ke lubang pembuangan akhir (septictank),” jawab Kyai Kholil dengan nada sedih.
Mendengar jawaban sang guru, Kyai Hasyim segera meminta ijin untuk membantu mencarikan cincin yang jatuh itu dan diijini. Langsung saja Kyai Hasyim masuk ke kamar mandi dan membongkar septictank (kakus). Bisa dibayangkan, namanya kakus dalamnya bagaimana dan isinya apa saja. Namun Kyai Hasyim karena hormat dan sayangnya kepada guru tidak pikir panjang. Beliau langsung masuk ke septictank itu dan dikeluarkan isinya. Setelah dikuras seluruhnya, dan badan Kyai Hasyim penuh dengan kotoran, akhirnya cincin milik gurunya berhasil ditemukan.

Betapa riangnya sang guru melihat muridnya telah berhasil mencarikan cincinnya itu. Sampai terucap doa: “Aku ridho padamu wahai Hasyim, Kudoakan dengan pengabdianmu dan ketulusanmu, derajatmu ditinggikan. Engkau akan menjadi orang besar, tokoh panutan, dan semua orang cinta padamu”.
Demikianlah doa yang keluar dari KH Cholil Bangkalan. Karena yang berdoa seorang wali, ya mustajab. Tiada yang memungkiri bahwa di kemudian hari, Kyai Hasyim menjadi ulama besar. Mengapa bisa begitu? Disamping karena Kyai Hasyim adalah pribadi pilihan, beliau mendapat “berkah” dari gurunya karena gurunya ridho kepadanya.

Sumber: “Kisah Wali” Media Ummat edisi 30 Minggu I Bulan Oktober 2007 halaman 23 dari beberapa website.

Beliau adalah Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas al-Maliki al-Hasani. Beliau lahir di Mekkah pada tahun 1365H. putra dari ulama besar yang mengajar di Masjidil Haram, Sayyid Alawi Abbas al-Maliki. Tidak disangsikan lagi, beliau masih keturunan Rasulullah.

As-sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas bin Abdul Aziz Al-maliki Al-hasani, dan nasab ini terus bersambung sampai kepada As-sayyid Idris Al-azhari bin Idris Al-akbar bin Abdillah Al-kamil bin Hasan Al-Mutsanna bin Hasan Ash-ashibth bin Ali k.w bin Abi Thalib, suami Fatimah Az-zahra putri Rosulullah saw.
SAYYID MUHAMMAD BIN ALAWI AL-MALIKI AL-HASANIKecerdasan Sayyid Mahammad Alawi sudah ketara mulai masih kecil. Sudah dapat menghafal al-Qur’an ketika masih berusia 7 tahun dan sudah menghafal kitab hadits ‘Al-Muwaththa’ karya Imam Malik saat beliau berumur 15 tahun. Dan pada saat beliau berumur 25 tahun, beliau meraih gelar doktor ilmu hadits dengan predikat Mumtaz (excellent) di bawah bimbingan ulama besar Mesir, Prof.Dr. Muhammad Abu Zahrah. Rihlah ilmiyyah beliau cukup panjang dan luas di bawah bimbingan ulama-ulama shalihin yang amilin.

Usia ke-26, beliau di kukuhkan sebagai guru besar ilmu hadits pada Universitas Ummul Qura, Makkah, ArabSaudi. Dan pada tanggal 2 Shafar 1421/ 6 Mei 2000 beliau dianugrahi gelar ustadziyyah atau professor dari Universitas al-Azhar asy-Syarif Kairo Mesir. Dan ini semua adalah prestasi luar biasa dan kebanggaan bagi penduduk Kerajaan Arab Saudi, yang memang layak dicapai putra ulama besar se keliber Sayyid Alawi al-Maliki.
Pada tahun 1974, setahun setelah ayahandanya wafat, Sayyid Muhammad Alawi membuka pesantrennya di Utaibiyyah bersama dengan adik kandungnya, Sayyid Abbas. Namun pesantren tersebut akhirnya di pindah ke kawasan yang lebih luas tapi agak jauh dari Masjidil Haram, di pinggiran selatan kota Makkah di daerah Rusyaifah, yang kemudian di beri nama jalan al-Maliki.

Sebagai ulama besar, perjalanan hidupnya juga di penuhi onak dan duri ujian hidup seperti jejak ulama-ulama shalih pendahulunya. Pada tahun 80-an terjadi perselisihan antara beliau dengan beberapa ulama Wahhabi yang di sokong oleh Kerajaan Arab Saudi. Beliau dituduh sesat, penyebar bid’ah dan khurafat. Beliau kemudian di kucilkan, hingga pernah mengungsi ke Madinah selama bulan Ramadhan. Perselisihan tersebut semakin meruncing, namun akhirnya berhasil di cari jalan tengah dengan melakukan dialog atas rekomendasi atau saran dari Mufti Wahhabi yang kebetulan berseberangan pemikiran dan sangat membenci Sayyid Muhammad Alawi almaliki, yaitu Syaikh Abdul Aziz bin Baz.

Dalam dialognya, Sayyid Muhammad Alawi beradu argumen dengan kuat saat berhadapan dengan ulama mantan Hakim Agung Arab Saudi, Syaikh Abdullah bin Mani’. Dalam dialog atau perdebatan dengan ulama Wahhabi yang di tayangkan TV setempat ‘DImenangkan’ oleh Sayyid Muhammad Alawi dan beliau kian mendapat simpati. Konon, diam-diam keluarga Kerajaan Arab Saudi pun sebenarnya berpihak pada Sayyid Muhammad Alawi, namun takut jika di ketahui mayoritas penganut Wahhabi.

Syaikh Abdullah bin Mani’ kemudian menerbitkan catatan dialognya dalam bentuk kitab yang di beri judul Hiwar Ma’a al-Maliki Liraddi Munkaratihi wa Dhalalatihi (Dialog dengan al-Maliki untuk menolak kemungkaran dan kesesatannya), sebuah kitab yang sekarang di ‘gandrungi’ dan dijadikan referensi penganut Wahhabi di Indonesia untuk mencabik-cabik Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki dan pengikut-pengikutnya, terutama dari keluarga PondokPesantren Wahhabi, Al-Furqon, Sedayu Gresik Jatim.
Sayyid Muhammad Alawi Almaliki 


Sayyid Muhammad Alawi Almaliki Alhasani bersama Habib Ali Aljufri
Alhasani bersama Habib Ali Aljufri
Sayyid Muhammad kemudian juga menerbitkan kitab terkenalnya, Mafahim Yajibu an Tushahhah (Faham-Faham Yang Harus Di Luruskan). Kitab beliau ini mendapat sambuatan dan pengakuan luar biasa dari ulama-ulama besar di seluruh pelosok penjuru dunia. Lebih dari 40 ulama besar dunia ikut memberikan kata sambutan pada kitab tersebut. Selain dari pada itu, ulama-ulama Mesir, Tunisia, Kuwait dan sebagainya telah membuat pembelaan terhadap Sayyid Muhammad baik dengan tulisan maupun lisan. Kitab populer tersebut kemudian menjadi andalan segenap pengikut Ahlussunnah dalam mempertahankan pluralitas aliran di Tanah Suci Mekkah.

Namun ulama Wahhabi ternyata tidak berhenti begitu saja. Setelah Sayyid Muhammad Alawi menerbitkan kitabnya, Mafahim, ulama Wahhabi lain yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama Arab Saudi, Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh menulis kitab yang menghantam pemikiran Sayyid Muhammad Alawi tersebut dengan judul Hadzihi Mafahimuna (Ini adalah Faham-Faham Kami). Kitab ini juga menjadi referensi utama kelompok Wahhabi di Indonesia. Di Pondok Pesantren Wahhabi al-Furqan Sedayu Gresik, di terbitkan buku yang tidak selayaknya di tulis dengan judul: Mengenal Lebih Dekat ‘Syaikh’nya Nahdhatul Ulama, sebuah buku yang mengkritik dan menjelek-jelekkan keturunan Rasulallah Saw, yaitu Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki dan sangat melukai hati warga Nahdhiyyin.

Kemudian, sebagai ulama yang ikhlas dan selalu berharap ridha dari Allah, Sayyid Muhammad Alawi pun mengajak kembali berdialog untuk mempersatukan persepsi dan pemahaman, namun ajakan tersebut tak tersambut. Hanya selang 10 tahun berikutnya, di laksanakan dialog Nasional ke-2 di Makkah Mukarramah tepat pada tanggal 5-9 Dzul Qa’dah 1424 H. yang diprakarsai oleh Amir Abdullah bin Abdul Aziz. Dialog tersebut di adakan untuk mencari solusi tepat pasca terjadinya serangan pengeboman oleh kelompok teroris di Riyadh yang disinyalir akibat dari buah melegalkan ektrimisme takfir dari kelompok-kelompok yang menisbatkan dirinya Salafiyyah. Meski di anggap terlambat oleh Sayyid Muhammad Alawi, namun beliau tetap menyambut gembira ajakan dialog tersebut.

Prilaku dzalim lain yang dialami Sayyid Muhammad Alawi adalah beliau pernah di keluarkan dari mengajar diMasjidil Haram oleh kelompok-kelompok Wahhabi. Namun semua itu di hadapi dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Dan setelah dikeluarkan dari mengajar di Masjidil Haram tersebut, beliau mengajar di kediaman beliau di jalan Alawi, Rushaifah, Makkah.

Selain beliau adalah ulama panutan segenap muslimin ahlussunnah wal jama’ah, beliau juga aktif di bidang dakwah yang di gelar Rabithah Alam al-Islami (Liga Dunia Islam) dan Muktamar Alam Islami(Organisasi Konferensi Islam atau OKI). Beliau juga termasuk salah satu ulama Islam yang aktif dan produktif dalam hal menulis kitab dalam berbagai tema, baik yang bermuatan da’wah,hadits, nasehat, sirah Nabawiyyah dan lain-lain.

Berikut adalah daftar kitab-kitab yang di tulis oleh beliau:
1. Al-Dzakhair al-Muhammadiyyah
2. Al-Mukhtar min Kalam al-Akhyar
3. Fadl al-Muwaththa’ wa ‘inayah al-Ummah al-Islamiyyah bih
4. Al-Insan al-Kamil
5. Al-Manhal al-Lathif fi Mushthalah al-Hadits
6. Al-Qawaid al-Asasiyyah fi Mushthalah al-Hadits
7. Al-Qawaid al-Asasiyyah fi Ulum al-Qur’an
8. Al-Hajj
9. Al-Muslimun Baina al-Waqi’ wa al-Tajribah
10. Al-Musytasyriqun Baina al-Inshaf wa al-’Ashabiyyah
11. Wahuwa fi al Ufuq al-A’la
12. Al-Anwar al-Bahiyyah
13. Nidham al-Usrah
14. Labaik Allahumma Labaik
15. Haula Khashaish al-Qur’an
16. Zubdah al-Itqan fi Ulum al-Qur’an
17. Qul Hadzihi Sabili
18. Fi Sabili al-Hadyi wa Rasyad
19. Fi Rihabi Bait al-Haram
20. Kasyf al-Ghummah
21. Al-Qudwah al-Hasanah
22. Mafhum at-Thathawwur wa at-Tajdid fi as-Syari’ah al-Islamiyyah
23. Haula al-Ihtifal bi al-Maulid an-Nabawi
24. Al-Ziarah an-Nabawiyyah
25. Khashaish al-Ummah al-Muhammadiyyah
26. At-Tahdzir min al-Mujazafah bi at-Takfir
27. Adzkar Nabawiyyah wa Ad’iyyah Salafiyyah.
28. Al-Hushun al-Mani’ah
29. Dzakariyyat wa Munasabat
30. Ad-Da’wah al-Ishlahiyyah
31. Tarikh al-Hawadits wa al-Ahwal an-Nabawiyyah
32. Mukhtashar Sirah ar-Rasul
33. Syari’ah Allah al-Khalidah
34. Syarah Mandlumah al-Waraqat fi Ushul al-Fiqh
35. Fath al-Qarib al-Mujib ‘ala Tahdzib at-Targhib wa at-Tarhib
36. Ma La ‘Ainun Ra’at
37. Anwar al-Masalik
38. Waqi’iyyat at-Tarbiyah al-Islamiyyah
39. Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah
40. Al-Muwaththa’ bi Riwayat Ibn al-Qasim
41. Mafahim Yajib an Tushahhah
42. At-Thali’ as-Sa’id
43. Huwa Allah
44. Abwab al-Faraj
45. Manhaj as-Salaf fi Fahm an-Nushush
46. Al-Ghuluw (makalah pada debat Nasional ke-2 di Makkah Mukarramah)
Sayyid Muhammad bin Alawi Almaliki Alhasani bersama Habib Abu Bakar bin Hasan Al Atthos Azzabidi (Tahun 1983)

Sayyid Muhammad bin Alawi Almaliki Alhasani bersama Habib Abu Bakar bin Hasan Al Atthos AzzabidiBanyak orang yang menyebut Sayyid Muhammad Alawi sebagai al-allamah (seorang yang sangat mengetahui ilmu agama) atau ulama besar. Bahkan, Syaikh Muhammad Sulaiman Faraj, seorang ulama Makkah, menyebutnya al-arif billah (wali). Beliau juga sering di sebut dengan julukan ‘Al-Muwaththa’ berjalan’ kerena beliau hafal kitab al-Muwaththa’ Imam Malik sejak umur 15 tahun. Akhlak beliau juga patut di tiru oleh segenap muslimin. Ditengah derasnya cacian, hinaan, pengkafiran, hujatan dan pensesatan dari ulama Wahhabi dan pengikutnya, beliau dengan tetap sabar dan tegar menerimanya, bahkan tak satupun kata beliau menghina balik terhadap musuh-musuhnya yang amat kejam dan tidak bertata krama Islam sama sekali, baik lewat lisan atau tulisan.

Lihatlah kitab Mafahim Yajibu an Tushahah yang dengan hati ikhlas dan mengharap ridha dari Allah, beliau dengan santun dan tak satupun mencantumkan tulisan yang berbau menghina seseorang. Bahkan dalam mukaddimahnya, beliau menulis “Kami berlindung kepada Allah dari apabila kami termasuk dari orang-orang yang belajar ilmu karena tujuan berdebat dengan sombong atau mujadalah, sebagaimana sabda Rasulallah Saw. “Barang siapa mencari ilmu yang ilmunya akan digunakan untuk mendebat orang-orang bodoh dengan sombong atau menyombongi ulama atau supaya orang-orang datang berduyun-duyun kepadanya, niscaya Allah akan memasukkan dia ke neraka” (HR. at-Tirmidzi dan lain-lain).

Dan kitabku ini sama dengan kitab-kitab lain yang menerima untuk di perbaiki dan di murajaah kembali. Dan aku –dengan anugrah dari Allah– mengakui hal itu di setiap karya-karyaku yang sudah aku tulis. Dan aku juga menulis di setiap akhir tulisan kitabku (sungguh aku memohon taufiq dan kebenaran dari Allah dalam setiap yang aku tulis. Apabila isinya benar, maka itu semata-mata dari Allah, dan jika salah, maka itu dari aku pribadi dan ijtihadku. Dan aku berharap dari setiap orang yang melihat tulisanku untuk memberikan petunjuk (irsyad) dan menunjukkan kesalahan-kesalahku)”

Sungguh sebuah sikap tawadhu’, inshaf dan penuh keikhlasan yang di tunjukkan ulama besar panutan Islam, Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki. Semoga Allah meridhainya!
Beliau wafat tepat pada hari Jum’at yang barokah, tanggal 15 Ramadhan 1425 H. dan dimakamkan di Jannataul Ma’la dekat dengan makam Sayyidah Khadijah al-Kubra, istri Rasulallah. Dan alhamdulillah, sebelum beliau wafat, Allah telah memperlihatkan kejayaan dakwah dan tarbiyah beliau dengan lunturnya sedikit demi sedikit faham ekstrim Wahhabi dan beliau mendapat pengakuan yang selayaknya dari Kerajaan Saudi.

Annallaaha yaghfir lahu wa yarhamhu wa yu’li darojatihi fil jannah. wa yanfa’unaa bi asroorihi wa anwaarihi wa uluumihi fid diini wad dunyaa wal aakhiroh.

Setahun pasca wafatnya Habib Muhammad bin ‘Alwi Al-Maliki Al-Hasani Mekkah,

Orang-orang Wahabi yang berniat mau menghinakan Habib Muhammad, karena kebiasaan di Mekkah jika jenazah sudah hancur maka akan dipindah ke tempat lain agar areal lama dimasukkan jenazah yang baru; kemudian orang Wahabi melakukan penggalian makam beliau, awalnya mereka berharap agar apa yang mereka temukan pasca 1 tahun adalah jenazah yang sudah hancur, tapi apa dikata? Ternyata tidak sesuai dengan perkiraan sebelumnya, Jenazah Habib Muhammad masih UTUH.

2 tahun kemudian, mereka menggali kembali makam Habib Muhammad, apa dikata? Jenazah pun masih utuh, bahkan Rambut dan Kuku beliau terlihat tumbuh panjang.
5 tahun kemudian, dilakukan hal yang sama, dan ternyata jenazah beliau masih UTUH, bahkan TERCIUM AROMA WANGI YANG WANGINYA MELEBIHI WANGINYA KAYU GAHRU. Subhanallah… Kejadian ini sudah mentaubatkan orang-orang Salafi Wahhabi.

Menu

Link Rujukan

LPJ ZISF 2016 M

PENERIMAAN :

1.Fitrah beras = 1,131 Ltr
2.Fitrah uang = Rp. 34.195.000
3.Mal = Rp. 9.950.000
4.Infaq = Rp. 9.800.000
5.Fidyah = Rp. 400.000

SALDO :

INFAQ = Rp. 3.252.500
FIDYAH = Rp. 300.000

TOTAL = Rp. 3.552.500

MUSTAHIQ RW 10

1.RT.12 = 230 Jiwa
2.RT.11 = 85 Jiwa
3.RT.10 = 40 Jiwa
4.RT.09 = 107 Jiwa
5.RT.08 = 34 Jiwa
6.RT.07 = 72 Jiwa
7.RT.05 = 31 Jiwa
8.RT.04 = 40 Jiwa
9.RT.03 = 20 Jiwa

TOTAL = 659 Jiwa

Kolom Iklan


AmazingCounters.com

Like Dan Follow Sosial Media

Video Distribusi Zakat

,

Popular

Get Update

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Flag Counter

Buku Tamu

Sahabat